Lihat ke Halaman Asli

Rusmin Sopian

Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Pak SBY, Diyat Itu Pemalakan Ala Saudi Arabia...

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada fenomena yang menarik dikala TKW Indonesia melakukan kesalahan di negeri Arab Saudi. Hukuman dikompensasikan dengan dana diyat. Keluarga korban akan memaaafkan perbuatan TKI kita kalau ada diyat.

Dan negeri ini selalu digegerkan dan mengegerkan diri setiap kali TKW kita akan dihukum mati. Satinah TKW asal Jawa tengah bukanlah TKW pertama yang mengalami kondisi ini. Banyak nama lainnya senasib dengan Satinah. Dan mareka semua akhirnya bisa bebas dan terbebaskan setelah pemerintah turun tangan dengan membayar Diyat alias ganti rugi kepada keluarga korban tanpa tahu sebenarnya siapa yang salah.

Fenomena pembayaran diyat yang selalu dan akan dilakukan Pemerintah tampaknya menjadi trend dan branch dikalangan keluarga korban di Arab Saudi. Dengan mengekploitasi kesalahan TKW kita yang terkadang diperlakukan tak manusiawi oleh majikannya, mareka akan memaafkan aksi TKW kita asalkan ada diyat.

Kalau pemerintah selalu saja menjadikan diyat sebagai elemen untuk membebaskan TKW kita dari hukuman, maka fenomena ini akan menjadi semacam intrumen bagi para keluarga korban untuk mencari duit dengan menjadikan diyat sebagai alat negosiasi. Diyat seakan menjadi elemen untuk memeras dan pemalakan bagi keluarga korban atas aksi TKW kita yang menurut hukum Arab Saudi bersalah.

Kita sebagai bangsa belum pernah melakukan pressure kepada kelurga yang memperkerjakan TKW kita yang juga melakukan kesalahan dan penindasan terhadap TKW kita. Atas nama hubungan internasional, kita akan memaafkan aksi brutal para majikan TKW kita tanpa ada kompensasi. Padahal ratusan TKW kita mengalami siksaan dan aksi tidak manusiawi dari para majikan mareka.

Hubungan internasional dan hubungan antar negara mestinya harus dijadikan elemen urgen bagi pemerintah dalam membebaskan para TKW kita yang bermasalah. Pendampingan hukum dan menelisik akar persoalan harusnya dilakukan sehingga para TKW kita terbebas dan terhindar dari aksi hukuman mati atau pancung. Bukan diyat dari keluarga korban yang diutamakan dan harus dipenuhi.

Pemerintah harusnya tahu bahwa anggaran belasan milyard itu kalau digunakan dan disalurkan kepada yang berhak di negeri ini tentunya akan lebih bermanfaat. Seandainya anggaran sebesar itu disalurkan kepada warga bangsa seperti Siti Aisyah Pulungan yang menghidupi ayahnya dari atas becak tentu sungguh lebih bermanfaat dan berdayaguna. Kalau diyat belasan milyard itu dibuatkan rumah, ribuan warga bangsa akan hidup sehat dan tak perlu terlunta-lunta di kolong jembatan.

Memberikan diyat kepada keluarga korban di Arab Saudi membuktikan bahwa pemerintah kita telah mentolerir aksi purba dari Arab saudi yang bernama pemalakan yang terbungkus dalam bentuk diyat. Dan bila ini dibiarkan maka bangsa kita yang katanya bermartabat dan selalu mengagungkan hubungan persahabatan dengan negera Arab justru telah dijadikan daerah kolonial baru oleh negara-negara Arab dengan mengatasnamakan diyat. Kalau sudah begitu buat apa kita merdeka. (Rusmin)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline