Seperti diketahui, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK). Dia ditahan setelah diperiksa kurang lebih lima jam untuk kasus gratifikasi terkait kasus Hambalang.
Pasca penahan Anas Urbaningrum oleh KPK, ternyata mempunyai dampak yang (tak)diduga oleh banyak orang, Anas mampu menggerakan orang-orang yang selama ini bersifat anti SBY namun diam, sambil melihat apa yang akan terjadi. Ada banyak tokoh, salah satunya adalah Akbar Tanjung, mengharapkan Anas bisa menjadi key person untuk membongkar kasus korupsi politik - politik korupsi yang lebih besar (yang menyangkut banyak orang) di negeri ini.
Tentu mereka yang seperti itu, berharap agar Anas mampu dan mau; sehingga, walau ia ada dalam tahanan KPK, dirinya bisa menjadi penambah kekuatan pada pusat di luar kekuasaan untuk melawan SBY. Paling tidak, mereka berharap bahwa SBY mengakhiri masa tuga sebagai Presiden, bukan dengan sesuatu yang manis, namun sebaliknya.
Sekjen Partai NasDem Patrice Rio Capella menilai mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum memiliki dendam pribadi terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dendam tersebut Anas tunjukan saat dirinya ditahan KPK dengan mengatakan penahanannya merupakan kado tahun baru untuk SBY. Di balik gaya bahasanya yang kalem, penampilannya yang kalem, Anas ternyata seorang pendendam yang membabi buta.
Manuver mantan Ketua Umum Partai Demorat (PD), Anas Urbaningrum yang memotori pendirian Ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) dinilai sebagai upaya perlawanan dan balas dendam atas perilaku Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai pucuk pimpinan Partai Demokrat kepadanya.
Sinyal perlawanan itu pun diterima dan langsung direspon SBY melalui mesin partainya dengan mengamputasi jaringan Anas di internal Demokrat. Buktinya, Saan Mustafa dan Gde Paek Suardika yang dikenal sebagai loyalis Anas langsung dicopot dari posisi strategis di DPR. Perang kembang ini pun dinilai akan terus belanjut hingga kedua pihak sama-sama hancur. Satu pihak menjadi debu, satu pihak lainnya menjadi arang.
Tadinya Anas yakin SBY akan back-up karena Anas pasti punya bukti kuat menyangkut SBY dan atau keluarganya. Ternyata SBY membiarkan Anas. Jadi kita tunggu "nyanyian" Anas. Rakyat sudah muak degan segala pencitraan dan koruptor berbulu domba.
Dendam memang tidak akan menyelesaikan masalah. Kasus Anas ini adalah kasus hukum. SBY tidak ada kaitan dengan kasus Anas. Masyarakat justru berterima kasih kepada KPK telah melakukan langkah besar dalam pemberantasan korupsi.
Yang dihadapi Anas sekarang adalah realitas : masyarakat Indonesia secara umum tak menyukainya, tak lagi mempercayai ucapannya. Sayangnya, Anas yang over confidence terlambat menyadari bahwa sesumbar “gantung Anas di Monas” telah membuat publik muak.
Malahan Anas menambahkan lagi janji : “Ini baru halaman pertama. Masih ada halaman-halaman berikutnya yang akan kita buka dan baca bersama-sama, demi kepentingan bangsa ini”. Tak kurang para politisi dan legislatif Senayan pun tersihir dengan kalimat itu.
Sekian bulan menunggu, Anas mendirikan ormas PPI. “Ini alinea pertama dari halaman kedua”, ujarnya saat peresmian ormas PPI. Publik makin tak sabar menunggu, gerangan apa yang akan diperbuat PPI untuk membuka halaman berikutnya.
Namun, apa yang dibacakan PPI bukanlah cerita yang diharapkan publik, bukan clue siapa berperan apa dan dapat apa dalam skandal bagi-bagi jarahan, melainkan rumor yang sulit dipertanggungjawabkan. Rumor yang segera berlalu bersama celaan penonton yang kecewa dan seiring ralat dari yang pihak menebarkannya. Bahkan surat kaleng pun mereka jadikan pegangan untuk membuat issu. Jadilah PPI cemoohan yang diplesetkan menjadi Perhimpunan Penyebar Issue.
Rupanya rompi orange itu tak membuat Anas mau lebih merunduk dan rendah hati. Dengan mulut usilnya, Anas tetap sinis menyindir, halus namun nyelekit di atas segalanya, saya tentu terima kasih pada Pak SBY, mudah-mudahan ini semua punya arti, punya makna dan menjadi hadiah tahun baru 2014. Lagi-lagi kehebatannya beretorika telah menyihir banyak orang.
Sontak ucapan terimakasihnya jadi topik bahasan paling laku di banyak media. Pengamat politik dan pakar hukum sampai ahli penafsir gestur dan raut muka, semua berlomba-lomba menerka dan menafsir makna tersembunyi di balik kata-kata Anans yang bersayapnya itu.(**)
Salam kompasiana …….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H