Lihat ke Halaman Asli

Petani, Tikus Mati di Lumbung Padi!

Diperbarui: 26 Juni 2015   20:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

AKU tidak begitu mempercayai kemampuanku menulis tentang pertanian, apalagi sesuatu yang berbau ilmiah, kuatir ada yang mempertanyan validitas datanya, atau protes karena tidak sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah. Berbekal sebagai anak buruh tani, sekolah menengah di pertanian, kuliah dipertanian, pernah kerja juga disektor pertanian, dan mungkin juga bakal kembali menjadi petani, aku coba untuk memberanikan diri. Apa yang sedang aku tulis adalah sebuah hasil perjalanan.

Aku mengenal istilah Indonesia adalah negara agraris sejak duduk di bangku SD, tidak salah memang, dengan jumlah daratan dan lautan yang begitu luas seharusnya memang sebutan negara agraris saja tidak cukup untuk indonesia. Disebutkan pula pekerjaan sebagian besar penduduk Indonesia adalah petani, tapi adakah yang punya data akurat tentang hal tersebut? Sekarang aku ingin mengeluarkan pendapatku, sebagian besar penduduk Indonesia bukan bertani tetapi BURUH TANI.

Buruh tani bagiku bukan hanya sekedar bekerja pada tuan tanah, tetapi juga berlaku untuk petani yang karena ketidak seimbangan harga sarana produksi pertanian dan hasil pertanian, menyebabkan petani hanya bisa bekerja untuk makan, tanpa ada sisa untuk pendidikan apalagi tabungan di hari tua.
Itulah cerminan petani kita, dengan kondisi tanah yang makin miskin unsur hara tentunya memerlukan pupuk anorganik yang semakin tinggi dosisnya. Harga pupuk yang melambung tinggi (entah kemana hasil saja produksi pupuk dalam negeri) berbanding terbalik dengan harga jual komoditas pertanian yang cenderung menurun, apa yang bisa di nikmati petani?

Pengenalan pertanian berkelanjutan yang menggantikan pertanian subsysten juga aku pikir belum sepenuhnya berhasil. Selama tidak ada kebijakan harga hasil pertanian, ditambah tidak adanya orientasi pemerintah untuk mengembangkan hasil produksi dalam negeri, apapun namanya tetap saja petani Indonesia masih terpuruk.

Pernahkan dengan sungguh-sungguh kita mengetahui bahwa ada satu daerah yang menjual hasil pertanian dengan harga yang sangat murah atau malahan di biarkan membusuk, sementara di daerah lain begitu sulit untuk membeli beras (selain harga yang melambung tinggi) dan kebutuhan pokok lainya. Jika ada yang berminat, silahkan mengunjungi daerah transmigrasi di pedalaman sumatera selatan, dan simpulkan sendiri hasil dari perjalanan tersebut (aku menghabiskan kanak-kanak dan remajaku di daerah tersebut).

Hal yang lucu tapi menyakitkan, kita mengimpor beras dan kedelai. Produk pertanian yang seharusnya jadi unggulan, malah jadi mahal, tikus yang kelaparan di lumbung padi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline