Lihat ke Halaman Asli

Mengawal di Pintu Gerbang Perbatasan Laut Cina Selatan

Diperbarui: 12 Juni 2024   02:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: Pixabay.com

Keindahan Laut Cina Selatan menyimpan pemandangan sengketa tak berkesudahan. Konflik yang menghembuskan badai masalah geopolitik. Kawasan yang diperebutkan oleh kedaulatan suatu negara tetapi saling tumpang tindih dengan Kamboja, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Filipina, Thailand, Taiwan, Tiongkok, Vietnam dan Indonesia.

Mengapa Laut Cina Selatan ingin dikuasai oleh negara kawasan?

Dikarenakan Laut Cina Selatan mempunyai nilai strategis sebagai pintu gerbang yang menghubungkan jalur pelayaran dan perdagangan dunia. Dimana terdapat harta karun yang tersembunyi di dalamnya, yaitu kekayaan alam bawah laut, cadangan minyak dan gas alam. Dengan luas kawasan yang mencapai 3,5 juta kilometer persegi anugerah alam tersebut pun berubah menjadi petaka yang memancing konflik terhadap wilayah kedaulatan negara di Laut Cina Selatan. Tidak dipungkiri masalah ini kian teraduk dari klaim sepihak Tiongkok yang dikenal nine dash line (sembilan garis putus-putus) pada tahun 1947 membuat negara sekitarnya berdampak atas klaim sepihak Tiongkok.

Klaim Tiongkok atas nine dash line berdasarkan sejarah maritim kuno terhadap daerah kepulauan di Laut Cina Selatan. Kemudian, Tiongkok memperjelas klaimnya dengan taktik gray zone melalui pergerakan kapal nelayan milisi dan coast guard yang sering kali menimbulkan ketegangan tanpa konfrontasi bersenjata langsung. Ditambah lagi dengan dinamika pembangunan pangkalan militer Tiongkok di kawasan Kepulauan Spratly yang diklaimnya meningkatkan ketegangan konflik ini.

Bagaimana posisi Indonesia sebagai negara terdekat dengan Laut Cina Selatan?

Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai jalur pelayaran menuju pintu gerbang Laut Cina Selatan. Posisi yang memberikan Indonesia hak berdasarkan hukum internasional seperti UNCLOS, self determination, asas uti possidetis, dan perjanjian batas. Namun, ketegangan di Laut Cina Selatan lebih dirasakan oleh masyarakat perbatasan yang mempengaruhi kedaulatan Indonesia khususnya di perairan Natuna.

Perairan Natuna merupakan jantung dari Laut Cina Selatan yang menjembatani akses terhadap pintu gerbang dua samudera strategis, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Di mana kondisi geografis Natuna juga berdekatan dengan jalur pelayaran internasional yang tersibuk yaitu Selat Malaka termasuk kekayaan alam di bawah lautnya. Sehingga negara berperan penting dalam menjaga kedaulatan yang menghubungkan jalur strategis ini. Tetapi masyarakat harus menghadapi ancaman dari kapal asing yang melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal, penggunaan alat yang merusak habitat laut hingga mengancam nelayan lokal.

Tidak hanya itu, kepentingan pihak asing terhadap strategisnya perairan Natuna melalui tindakan pertambangan laut yang sebagiannya di pegang oleh pihak asing sekitar 75%, kelonggaran pengaturan Vessel Monitoring System dalam pengawasan kapal serta pengoordinasian lembaga yang masih lemah dalam menegakkan hukum laut dan pembangunan yang terpusat di daratan. Pergerakan Tiongkok maupun negara lainnya di Laut Cina Selatan telah membawa Indonesia untuk mengambil sikap tegas pada kedaulatanya di perairan Natuna.

Namun, konflik kian genting saat Amerika Serikat turut mencampuri urusan pengklaiman Tiongkok. Sehingga Tiongkok merespon bahwa Amerika Serikat tidak mempunyai kepentingan dan mempertegas pembelaan atas kedaulatan teritorialnya. Kemampuan negara diuji dalam menghadapi ketegangan yang terjadi. Oleh karena itu, Indonesia menanggapi ancaman tersebut melalui beberapa tindakan, yaitu: pertama, meningkatkan pengamanan dengan pengoordinasian melalui TNI AL, Bakamla RI, POLAIR, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi. Kedua, diplomasi perdamaian turut dijalankan di berbagai forum pertemuan agar terus mengupayakan penyelesaian sengketa di Laut Cina Selatan demi penjagaan stabilitas keamanan dan pencipataan kedamaian.

Ketiga, menjalankan kembali pengenalan wawasan nusantara agar memberikan pemahaman bahwa Indonesia mempunyai laut yang menyatu dengan daratan untuk membangun jiwa patriotisme. Keempat, menjelaskan batas wilayah negara melalui pengelolaan pulau-pulau kecil di perbatasan salah satunya pembangunan Pos Lintas Batas Negara di Serasan, Kabupaten Natuna untuk membuktikan kehadiran negara di perbatasan. Terakhir, mensejahterakan nelayan lokal dengan pemberian bantuan kapal yang dapat melaut di Zona Ekonomi Eksklusif. Namun, perhatian itu tidaklah cukup dalam menjaga luasnya perairan Natuna.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline