Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi yang Koma dan Sajak yang Retak

Diperbarui: 19 Oktober 2020   19:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

cdn.pixabay.com

Ini puisi. Lahir dari kisi-kisi petang. Ketika jarak antara langit dan bintang berada pada titik gamang. Syair-syairnya bermelankoli. Tapi menyala karena menyimpan api.

Ini adalah sajak. Dibesarkan oleh malam yang mulai retak. Memuntahkan segenap kegelapan. Dianyam oleh udara yang bertambal-tambalan.

Puisi dan sajak ini. Menggunakan hanya dua tanda baca. Titik dan koma. Singgah di antara keheningan. Lalu berhenti di penghujung dinihari yang benar-benar kesepian.

Puisi dan sajak ini. Untuk memperingati perjalanan sepotong hari. Saat hujan menghentikan semua percakapan. Dan gerimisnya menyudahi segala macam perbincangan.

Kecuali bertukar kata dan sorot mata. Tentang dunia yang terus menerus berjuang dan bangkit dari koma. Setelah kita, juga terus-terusan menghukumnya dengan euthanasia.

Itu saja.

Bogor, 19 Oktober 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline