Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Chapter Pagi, Purnama, dan Pucuk Cemara

Diperbarui: 4 Oktober 2020   19:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Samuel Silitonga at Pexels

1) Pagi
Pagi jatuh dengan tergesa-gesa. Seperti anak gadis yang dipingit dasawarsa. Menunggu. Bab-bab terakhir dari buku yang ditulis oleh masa lalu. Mata yang menyiratkan halaman-halaman berkabut. Mulai sirna dihangatkan cahaya. Bibir yang lupa bagaimana cara tersenyum. Terlihat bahagia mengeja kehadiran satu demi satu kawanan embun.

2) Purnama
Tengah malam tadi. Purnama tumbuh sempurna seperti ladang padi. Pada musim panen. Di musim ketika cuaca tak lagi berfragmen. Langit sedemikian jernih. Seolah cermin yang baru disepuh emas putih. Awan-awan yang tersisa setelah sekian lama dilangsir hujan. Memagari seluruh samudera kebahagiaan. Dari siapapun yang hatinya berada di wilayah kerinduan.

3) Pucuk Cemara
Dan pucuk Cemara melemaskan ruas jari-jari daunnya. Ditiup angin lembut dari kepak sayap kupu-kupu. Menyapa segala macam rencana. Dari siapa saja yang hendak menjemput hari-harinya. Dengan rasa bahagia. Meskipun semua tahu. Bahwa rencanapun bisa berubah menjadi gagu. Ketika sandyakala mengambil alih renjana. Ke dalam ruang-ruang kegelapan dari segenap rahasia.

Bogor, 2 Oktober 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline