Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Hujan, Sajak-sajak, dan Cermin yang Retak

Diperbarui: 19 September 2020   21:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Hujan jatuh di atas kota yang dingin. Membawa pesan tersirat. Malam-malam akan semakin berat. Ketika purnama tertatih-tatih membawa tubuhnya. Menelusuri sisa jejak langkan kota.

Berita simpang siur berdesing-desing. Seperti peluru merobek-robek hening. Menjadi tajuk rencana yang sama sekali tak direncanakan. Menjadi katastropik paripurna yang sama sekali tidak dipurnakan.

Separuh isi bumi terpekur menghitung almanak. Tanggal-tanggal berjatuhan seperti ngengat. Sementara waktu terus berlari. Laksana api. Di tengah-tengah savana yang mati.

Sajak-sajak ditulis dengan mata terpejam. Syair-syairnya begitu lebam. Seolah setiap kata menghindari majasnya. Seperti larinya kuda tanpa pelana.

Ini sesungguhnya bukanlah petaka. Hanya hikayat yang dimulai dari prakata. Di dalam sejarah yang mengulang abad-abadnya. Semenjak dahulu. Saat semua cermin dibuat dari retakan masa lalu.

Bogor, 19 September 2020

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline