Hujan jatuh di atas kota yang dingin. Membawa pesan tersirat. Malam-malam akan semakin berat. Ketika purnama tertatih-tatih membawa tubuhnya. Menelusuri sisa jejak langkan kota.
Berita simpang siur berdesing-desing. Seperti peluru merobek-robek hening. Menjadi tajuk rencana yang sama sekali tak direncanakan. Menjadi katastropik paripurna yang sama sekali tidak dipurnakan.
Separuh isi bumi terpekur menghitung almanak. Tanggal-tanggal berjatuhan seperti ngengat. Sementara waktu terus berlari. Laksana api. Di tengah-tengah savana yang mati.
Sajak-sajak ditulis dengan mata terpejam. Syair-syairnya begitu lebam. Seolah setiap kata menghindari majasnya. Seperti larinya kuda tanpa pelana.
Ini sesungguhnya bukanlah petaka. Hanya hikayat yang dimulai dari prakata. Di dalam sejarah yang mengulang abad-abadnya. Semenjak dahulu. Saat semua cermin dibuat dari retakan masa lalu.
Bogor, 19 September 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H