Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Serenade Pertiwi

Diperbarui: 21 Agustus 2020   00:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://images.pexels.com

Serumpun malam. Menumbuhi halaman yang di sudut-sudutnya tergeletak pokok Cemara, bunga Kamboja, dan tangkai kecil Wijayakesuma. Semuanya sedang terkesima. Menunggu. Cahaya lampu menyamaknya menjadi kelambu.

Sepotong langit. Nyaris pecah berantakan di ruang-ruang kegelapan. Sinar rembulan sedang sirna. Digantikan oleh binar mata mekar bunga Dahlia. Semuanya juga menanti. Bait-bait puisi yang menjadi doa-doa. Bagi siapa saja yang tidak merasa baik-baik saja.

Sayap-sayap patah. Dari angin yang terbang menyendiri sembari menguliti sepi. Tergeletak di rerumputan yang sempat basah. Setelah hujan yang semenjana memeluknya secara paripurna. Senja tadi. Ketika iris matahari menyudahi keletihan. Dan semburat jingga mulai menyusun peraduan.

Selembar kain bendera. Berkibar pelan di hadapan jalanan, yang telah menghentikan hiruk pikuknya saat dunia baru mulai terpejam. Itu Sang Saka. Sebuah simbol yang berani dan secarik prasasti yang tak gentar mati. Bagi sebuah negeri, yang dipinang di pelaminan api.

Secercah harapan menguar beriringan dengan mimpi yang bercadar. Menguak rahasia demi rahasia. Atas nama cinta. Demi ibu pertiwi yang masih mencari rasa merdeka. Saat nanti anak-anak yang dilahirkan benar-benar menyayangi siapa ibundanya. Tanpa sedikitpun tawar menawar harga.

Bogor, 20 Agustus 2020

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline