Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Kita, Sajak-sajak, dan Secangkir Teh

Diperbarui: 6 Agustus 2020   19:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (pixabay.com)

Kita menemukan sejumput pagi yang tersembunyi di ketiak daun-daun melati. Mengayun lembut cahaya yang tiba. Dengan tatapan semesra Mersawa kepada hutan-hutannya.

Kita menuliskan secarik mimpi yang terselip di penghujung dinihari. Menyambut kedatangan nanti. Ketika senja kembali mempersiapkan malamnya.

Kita selalu berdendang tentang kegembiraan yang berlimpah ruah pada rinai hujan. Menghamburkan aroma tak biasa dari petrikor yang saling berdansa. Diiringi musik klasik yang dimainkan oleh ujung atap dan jalan aspal. Saat instrumen kebahagiaan mengaransemen sendiri perjalanan kisahnya.
.
Kita membaca sajak-sajak yang sempat ditenggelamkan angin barat. Mengurai bait demi bait. Manakala cinta mengaku dengan sebaik-baiknya cara.

Secangkir teh di beranda. Tak sanggup menyudahi lamunan. Tentang kapal para pesiar yang berziarah di lautan. Kemudian, menjenazahkan segenap sisa-sisa kepedihan.

Bogor, 2 Agustus 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline