Sebuah titian kenangan disediakan cuma-cuma oleh memorabilia malam. Hening, sunyi dan lampu-lampu padam adalah waktu yang tepat untuk menggenangi ingatan. Kepingan masa silam, panjangnya perjalanan, dan waktu tempuh yang berisikan kelelahan adalah beberapa perkara yang mesti segera diruangkan.
1) Sinapsis otak sesempit apapun tak akan bisa melupakan kepingan masa silam. Setiap kejadian, akan diputar ulang seperti lagu-lagu romantis yang diputar terus-terusan oleh stasiun radio yang kemalaman. Kepingan itu akan dilipat sebagai bagian dari memori yang sebagian mengutuk dirinya sendiri. Sebagian sisanya diletakkan di wilayah yang sudah dipetakan sebagai bagian dari kenyataan.
2) Semakin panjang perjalanan yang telah dilakukan maka realita akan semakin dikaburkan oleh tanda baca. Terutama koma. Karena hidup adalah sebuah buku yang terbuka. Tidak bisa menutup jika halaman belum sampai pada bab penutup. Kemudian sebuah titik menyudahi semuanya. Seperti sebuah hikayat yang pasti berjumpa dengan akhir cerita.
3) Perjalanan dengan banyak koma akan membawa kepingan masa silam yang terus terjaga dan sulit untuk disimpan secara semenjana. Memerlukan waktu tempuh sesingkat pencarian bulan terhadap purnama. Atau selama pencarian matahari pada gerhananya. Atau sepanjang jarak antara gugusan rasi dengan bintang-bintang yang mengitarinya. Biasa, baik-baik saja, tapi sama sekali tidak sederhana.
Karena itu bagi siapapun yang menemukan titian kenangan agar meletakkannya di ujung pendulum. Sehingga kenangan akan bergerak memutari angka yang sama tapi dengan ruang-ruang lengang yang berbeda. Siapa tahu ruang-ruang itu akan menyediakan kecukupan waktu untuk tidak membiarkan ujung lidah menjadi kelu.
Bogor, 17 Mei 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H