Seorang perempuan. Dengan koyakan hati berluka lama. Menjahit pagi dengan tatapannya. Dia merasa. Masa silam semakin berbahaya. Mendekatinya melalui detak jam dinding. Yang di pasang dalam rongga dadanya yang mengering.
Perempuan itu menunggu matahari. Mengetuk jendela kamar yang berembun. Dia akan memerangkap cahaya pertama yang tiba. Ke dalam tatap matanya.
Perempuan itu akan memutar beberapa roll film yang masih tersimpan dalam ingatan. Berupa kenangan hitam putih. Agar cepat tamat segala hal yang beraroma pedih.
Baginya. Kilas balik juga merupakan titik balik. Bagaimana dia akan memperhatikan setiap fragmen. Dengan cara apa dia harus menandai beberapa segmen.
Perempuan itu membuka buku petunjuk tentang cinta. Yang pernah ditulis oleh para pujangga saat menghilangkannya, lalu menemukannya kembali, melalui terjemahan satu dua mimpi.
Halaman yang dicarinya tak ada. Mungkin robek dibawa masa. Atau lenyap ditelan usia. Perempuan itu beranjak ke beranda. Dan petunjuk itu ditemuinya di sana. Pada vas-vas bunga. Yang semenjak dahulu ditanaminya dengan sajak dan puisi. Dan sekarang, mulai mekar dalam bentuk janji.
Perempuan itu memejamkan mata. Menikmati bioskop yang mengalir lewat sinapsis otaknya. Ternyata, masa lalu tak seberbahaya yang dia kira.
Bogor, 20 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H