Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Babak Demi Babak Isi Kepala Kita

Diperbarui: 11 April 2020   19:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi babak demi babak isi kepala kita (Sumber: Pixabay.com)

Entah ini babak ke berapa. Terbangun di tengah malam dan mengira bahwa mungkin waktu lupa beranjak. Dan ini masih berada di pantai. Ketika aku sedang menulis sajak. Sedangkau kau sibuk berpura-pura mengagumi ombak.

Ini sesungguhnya lebih pekat daripada rindu yang biasa. Mungkin karena rindunya tercampur mendung hitam. Atau setidaknya dikacaukan penghujung malam. Aku serasa masih di atas bus luar kota. Ketika kau sibuk berpura-pura menggambar mata di kaca jendela.

Sebetulnya ini juga bukan sekedar lamunan yang kelak bisa dijual kepada rembulan. Saling memperjual belikan kisah romantis. Ketika aku mengatakan menyukai gerimis. Lalu kau sibuk berpura-pura sedang menekuni menulis puisi. Tentang kekacauan yang ditinggalkan rasi gemini.

Malam masih beberapa jam akan berakhir. Namun aku sudah mengumumkan kedatangan pagi. Karena aku pikir aku sedang berada di meja sarapan. Dan kau sedang menghidangkan kelezatan kecil kenangan. Tentang aku sebagai bagian dari masa silam. Sementara kau sibuk berpura-pura mengumpulkan bait demi bait yang tercecer dari ingatannya yang kelam.

Jadi mungkin ada baiknya begini saja. Kita sama-sama membuka jendela. Duduk di beranda. Lalu kita bisa sibuk berpura-pura saling bercakap kata. Tentang kesepian yang saling bertukar tatap mata.

Sampai nanti keramaian ternyata tak lebih baik-baik saja dibanding kesunyian yang tiba tanpa rencana.

Bogor, 11 April 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline