Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Tengah Malam

Diperbarui: 10 April 2020   00:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: shutterstock.com

Tengah malam tak pernah buta. Ia hanya memunggungi langit. Selepas purnama.
Pada kegelapan, ia melepas kegelisahan. Menyambut mimpi yang berhamburan.
Dari kantung mata seseorang. Atau mengambilnya dari waktu senggang. Yang benar-benar terbuang.

Ia meniupkan janji-janji. Tentang pagi, yang selalu ditepati.
Ia menyudahi banyak perkara. Dengan merahasiakannya.
Ia adalah tengah malam. Yang memilih diam. Daripada harus meliarkan gumam.

Tengah malam selalu mendengar. Sekecil apapun suara. Apakah itu dengkur yang kepagian. Atau mata terbuka yang tak melihat apa-apa.
Ia menginginkan dinihari. Di pelukannya yang dingin. Untuk bersama-sama. Membangunkan kesepian.
Menuju keramaian, yang tidak memerlukan percakapan. Barangkali hanya gerak bibir mengeja. Atau patahan kata terbata-bata.
Maka lahirlah doa-doa. Dari ibunda yang tak pernah mengandungnya. Mencari jalan paling sunyi. Agar sampai kepada Tuhannya. Tanpa perantara.

Bogor, 10 April 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline