Kisah-kisah terbaik, terdiri dari hikayat yang menyayat, dan epos yang bergembira, tentang hidup dan kematian, dimiliki tidak hanya oleh para bangsawan, seniman, maupun pahlawan. Namun juga dipunyai oleh para pejalan, orang-orang pinggiran, dan orang-orang dalam kerumunan.
Malam biasanya dihujani banyak pertanyaan. Entah atas ketiadaan bintang, menguncupnya pucuk rembulan, atau menghilangnya kunang-kunang.
1) Mungkin hanya karena mendung sedang melakukan pawai dan berencana menerbitkan badai. Bintang-bintang kemudian tenggelam di langit yang berwarna kusam. Atau bisa juga karena dari sekian banyak pasang mata. Nyaris semua mematikan indera. Cemas terhadap malam dan hujan. Atau kembali was-was pada kehadiran masa silam.
2) Rembulan adalah anak almanak yang patuh terhadap peredaran. Manakala belum saatnya purnama, ia akan memberi tanda tanpa lolongan serigala. Jika waktunya tiba, tak ada yang bisa menghentikannya. Kecuali bila tiba-tiba saja matahari mencabut segala amanatnya.
3) Kegelapan berdiri paling ujung di antara warna-warna yang ada. Mengantri paling belakang untuk memberi kesempatan kepada orang-orang agar tak terperangkap gemerlap dunia. Ia juga menyediakan mimpi. Supaya orang-orang tahu bahwa harapan itu tak pernah mati. Meski kenyataan berulang kali disakiti.
Sementara kisah-kisah buruk, dituliskan oleh sejarah yang merutuk dirinya sendiri. Dengan berbagai alasan yang kelak akan diketahui secara pasti.
Saat ini, itu semua masih menjadi rahasia. Sampai nanti suatu ketika, kebenaran akan kembali menunjukkan raut muka.
Bogor, 26 Maret 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H