Aku pernah terjaga di suatu malam
ketika mimpi-mimpi, dengan aneka raut muka
berjajar di etalase
toko yang kacanya sedikit buram
karena sulit dibersihkan
akibat lekatnya percikan masa silam.
kau ada di sana
memilih secara membuta
karena menurutmu mimpi itu semua
masih dalam bentuk janin
dari harapan yang masih terpilin-pilin
Itu mungkin drama sederhana
yang selalu kuingat
seperti waktu berbuka yang menggembirakan
di bulan puasa
sementara setengah hariannya
dihabiskan dengan melamun
benda-benda manis
yang bisa dimakan dan diminum
Barangkali ada baiknya
jika aku dan kamu
menjadi penonton terlebih dahulu
hingga pertunjukan nyaris usai
dan kita bertahan sebisanya
dengan menelan badai demi badai
sebagai kudapan
sampai kita bisa makan secara prasmanan
Memang itu yang akhirnya dilakukan
kita duduk paling belakang
menunggu lampu-lampu dinyalakan
untuk menyadari ternyata
kita masih berdiri di depan toko
dengan etalase yang kehilangan pajangan
karena semua mimpi
telah habis dilelang
Jakarta, 13 Maret 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H