Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Perang Omnivora

Diperbarui: 11 Maret 2020   04:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://images.pexels.com

Atas nama banyak perihal. Rasanya kita ingin membenamkan kepala di kedalaman bantal. Sampai saatnya terjaga dan kita merasa dunia telah kembali masuk akal.

Berita-berita beterbangan seperti laron di musim hujan. Keluar dari rongga-rongga tanah yang basah oleh hujan namun teramat sangat gelisah karena merasa tubuhnya sangat kekeringan.

Berita tentang perang dan kematian, menguar dari gurun pasir yang masih menggigil dalam sergapan musim dingin. Tapi, ledakan amunisi, ternyata cukup kuat untuk meledakkan oase demi oase tempat orang mencari air dan juga angin.

Ini bukan takdir. Bahkan langit yang runtuhpun punya sebuah alasan. Perang, adalah rusaknya sebuah tatanan. Di mana orang saling berbunuhan dengan gelap mata. Ketika pemakaman pun dilakukan tanpa upacara.

Air mata? Hanya dianggap sebagai air yang dijatuhkan retina. Bukan kerumitan rasa yang disebut duka.

Menyedihkan. Ini lebih dari sekedar omnivora. Manusia menjadi pemangsa atas dirinya. Demi kesenangan semata.

Jakarta, 11 Maret 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline