Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Teh Pahit, Roti Tawar, dan Segenap Harapan

Diperbarui: 23 Februari 2020   16:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pexels.com

Seperti juga
ketika hari selalu, berganti raut muka
akupun mendaur ulang sepi
menjadi sebuah puisi
yang liriknya diambil dari kerumunan
dan lariknya disusun dalam satu rangkaian
bait-bait yang kehilangan rindu
tapi menemukannya kembali
saat hujan berhenti

Meminum secangkir kopi
di sebuah kedai
yang pengunjungnya nyaris semua
patah hati
membuatku merasa nyaman
karena aku bisa
menceramahi mereka
tanpa mesti bicara agama
karena aku hanya pernah membacanya
sampai di bab-bab pertama

Mungkin aku bisa mentraktir mereka
segelas teh pahit
dan sepotong roti tawar
bertabur gula
supaya mereka bisa membedakan
mana sakit yang sesungguhnya
dan apa manis yang sebenarnya
tanpa harus tertipu
iklan-iklan penumbuh rambut
di saat sangat memerlukan isi kepala

Atau bisa saja aku mengajak mereka
berbincang tentang harapan
yang tertinggal di peron stasiun
di bangku-bangku panjang
tempat pantat berganti
ratusan kali sehari
sehingga mau tak mau
harus membuat formula yang tepat
agar harapannya tak mampat
atau dikirimkan salah alamat

Bogor, 23 Februari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline