Tumbuh di mata para ibu, yang kehilangan
anak-anaknya,
berderet-deret airmata.
Pada hari ketika
satu demi satu,
tubuh-tubuh itu ditemukan
telah berhenti menggigil, setelah kedinginan
dipeluk sungai dan hujan.
Hari telah memilih
kapan saatnya berduka,
dengan memetik sekian kuntum bunga
yang mekar terlalu dini, di pemakaman
saat keranda diturunkan
dan doa-doa diterbangkan.
Menuju langit,
satu-satunya saksi yang menyaksikan,
saat Tuhan menjalankan takdirnya
bagi siapa saja.
Aku ikut berbela sungkawa
karena itu aku ingin,
menuliskan sajak yang melantunkan doa-doa
bagi mereka yang kembali ke surga
dan menunggu ibundanya di sana
dengan senyum selebar pagi
dan pelukan sehangat matahari
Bogor, 22 Februari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H