Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Setangkai Hujan

Diperbarui: 22 Februari 2020   19:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://images.pexels.com

Tumbuh di mata para ibu, yang kehilangan
anak-anaknya,
berderet-deret airmata.
Pada hari ketika
satu demi satu,
tubuh-tubuh itu ditemukan
telah berhenti menggigil, setelah kedinginan
dipeluk sungai dan hujan.

Hari telah memilih
kapan saatnya berduka,
dengan memetik sekian kuntum bunga
yang mekar terlalu dini, di pemakaman
saat keranda diturunkan
dan doa-doa diterbangkan.
Menuju langit,
satu-satunya saksi yang menyaksikan,
saat Tuhan menjalankan takdirnya
bagi siapa saja.

Aku ikut berbela sungkawa
karena itu aku ingin,
menuliskan sajak yang melantunkan doa-doa
bagi mereka yang kembali ke surga
dan menunggu ibundanya di sana
dengan senyum selebar pagi
dan pelukan sehangat matahari

Bogor, 22 Februari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline