Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Senja yang Moksa

Diperbarui: 26 Januari 2020   18:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://images.pexels.com

Aku ingin memberi judul puisi ini. Menjauh dari kosakata sunyi. Bernafas ludah api, bermajas lidah matahari. Aku sedang menelan kemarahan. Hingga tulang belakang. Senjaku hilang!

Seharusnya, saat-saat seperti ini, aku bertatap muka, tanpa harus bermuram durja. Senja bagiku, adalah ibunda dari kata-kata. Sebuah rahim bagiku, yang darinya terlahir sajak dan puisi, juga kekuatan hati.

Semestinya, kala sandyakala beralih rupa, dari raut muka pura-pura Sri Rama, ke wajah beringas Rahwana, aku bisa mendulang kisah cinta Dewi Shinta. Ke sebuah sendratari. Ketika senja menyabung rona langit, lebur dalam warna-warni pelangi.

Namun saat ini, senja moksa entah kemana. Mungkin dilarung kecemasan. Di sungai-sungai yang tiba-tiba berarus jeram. Menuju muara berair payau. Menunggu kedatangan kemarau.

Barangkali juga senja sengaja menghilang. Menjadi petang yang enggan berbincang-bincang. Lalu menjadi malam yang kehabisan percakapan.

Bogor, 26 Januari 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline