Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Keping-keping Purnama

Diperbarui: 13 Januari 2020   05:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://images.pexels.com

Memanah purnama. Tepat di hulu jantungnya. Hingga berkeping-keping. Jatuh di halaman, terhambur berserakan. Di bawah cemara, yang sedang menggigil kedinginan.

Aku memunguti setiap kepingnya, dengan hati-hati. Purnama adalah salah satu rahasia besar yang mengungkap dirinya sendiri. Sebagai bara api, kehangatan hati, dan katastropik yang tidak disadari.

Sebagai bara api, purnama menjerang sunyinya malam dengan tungku yang dipanaskan puncak pertunjukan. Dari cahaya hingga rahasia, purnama nyaris mengajarkan semua. Menjadi penari telanjang di butanya kegelapan. Menjadi gairah pada cemasnya kegelisahan.

Purnama menerbitkan kehangatan hati ketika nyaris semua mata sedang merekam mimpi. Pintu dan jendela masih tertutup rapat, saat kabar dari langit lewat. Mengingatkan apa yang terlupa kemarin. Melupakan apa yang terjadi kala ini. Dan meniadakan bayang-bayang samar esok hari.

Purnama perlahan menjadi katastropik yang tak di sadari. Mencengkeram sebagian besar ingatan. Dalam romantika tak berkesudahan. Merasa jatuh cinta berulang-ulang. Kepada kalimat-kalimat tak berakhiran.

Ini adalah perjalanan bulan. Bermula dari rahim kegelapan. Berakhir pula di muara dari segala kekelaman. Dengan purnama di antaranya. Yang selalu di panah tepat pada matanya. Oleh siapa saja, yang merasa kehilangan cintanya. 

Bogor, 13 Januari 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline