Aku adalah kepala yang berputar liar seperti komidi putar. Berusaha keras mencari letak atas dan bawah tapi hanya bisa menjumpai rasa gelisah. Ruang-ruang dalam kepala sebagian besar tersumbat sehingga begitu banyak rencana yang berkesimpulan mampat. Nyaris selalu tersesat.
Aku adalah mata yang menyimpan begitu banyak persediaan nyalang. Menunggu matahari padam untuk kemudian mulai menyalakan kekacauan. Aku bunuh purnama dan aku tikam semua lampu yang mendermakan cahaya. Aku akan mengajak semua terbaring dalam gelap. Sebab aku sangat menyukai senyap.
Aku adalah telinga yang lupa bagaimana cara mendengar karena terlalu sering disuguhi berita-berita pengar. Termasuk juga karena ditumpahi pedasnya lada yang dipanen dari pikiran makar. Jauh di luar nalar. Telinga ini, adalah hiasan dinding hati yang berdebu. Selalu berusaha mencuri letak waktu. Lalu bertingkah gagu untuk merahasiakan berbagai perkara pilu.
Aku adalah mulut yang tak ingat bagaimana cara tertawa yang baik-baik saja. Berbicara secara sempurna namun sesungguhnya tak sampai paripurna. Bila bukan karena senja, mungkin mulut ini menjadi pemilik sah kericuhan sandyakala.
Pontianak, 13 Desember 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H