Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Detik demi Detik Purnama

Diperbarui: 14 Oktober 2019   21:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Detik-detik ketika purnama menyinggahi sebuah kota, adalah serpihan waktu paling berharga bagi menara-menara kaca untuk membasuh raut mukanya yang berjelaga, potongan waktu paling sempurna bagi orang-orang yang begitu kelelahan hingga terpapar cedera, dan kepingan waktu paling paripurna bagi para kekasih untuk melupakan patah hatinya.

Di sana, rembulan menyergap trotoar dan selokan secepat terkaman serigala alfa. Di belantara yang diciptakan dari tumpukan batu bata. Lolongan yang terdengar, hanya bisikan lirih dari laring-laring bertagar. Dan cuma bisa didengar, oleh deretan telinga pengar.

Detik-detik ketika purnama menenggelamkan dirinya di kerumunan yang kehilangan saat berbicara, adalah remah-remah waktu yang terbujur kaku di kamar yang kehabisan lampu baca. Sementara lembaran-lembaran buku terbuka begitu saja. Kehabisan pembaca yang menggadaikan diri sepenuhnya pada kemewahan linimasa.

Rembulan lalu menjatuhkan diri. Bersama sunyi. Di keheningan pagi yang juga kehabisan matahari.

Jakarta, 14 Oktober 2019

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline