Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Di Perbatasan Antara Senja dan Air Mata

Diperbarui: 8 Oktober 2019   15:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Di sebuah perbatasan. Ketika sayap-sayap matahari hampir saja dipatahkan. Orang-orang saling menggerutu. Mengeluh kehabisan waktu.

Ruang-ruang lengang sulit sekali dijumpai. Nyaris semua sudut terisi oleh mimpi. Baik yang tergeletak mati, maupun yang baru saja dituliskan dalam diari.

Dunia sekarang tidak hanya berlarian. Namun sudah memasuki fase berkejar-kejaran. Peradaban bertingkah polah seperti perawan. Dipingit habis-habisan, namun diam-diam melakukan percakapan dengan keramaian.

Saat pisau belati yang disebut kegagalan menyayat-nyayat, airmata lantas berjatuhan laksana hujan yang salah alamat. Membasahi permukaan lautan yang di puncak gelombangnya berselancar ribuan asa. Menenggelamkannya. Lalu mengirimkan karangan bunga tanda bela sungkawa. Melalui warna senja yang kehilangan semburat merahnya.

Di perbatasan antara senja dan airmata, berdiri termangu harapan-harapan yang mendadak gagu. Menunggu. Kabar baik yang akan dibawa oleh metamorfosa waktu.

Jakarta, 8 Oktober 2019

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline