Negeri ini sedang diretas para penyundut petasan. Bersuka cita atas begitu banyak ledakan. Di dalam gaduh, mereka dengan mudah memunguti tulang-tulang rapuh. Dikumpulkan sebanyak-banyaknya. Untuk dipersembahkan kepada para pelanun istana.
Negeri ini belum terlalu tua untuk menjadi sebatang kara. Masih ada ayah bunda yang berwujud gunung-gunung dan samudera. Menyusui semuanya tanpa kecuali. Meski ada yang kemudian meludahkannya dalam bentuk khianat dan dengki.
Negeri ini berkali-kali menjumpai perkara-perkara sederhana yang lalu ditelikung oleh kerumitan rencana. Dibuat di malam yang mendurhakai kegelapannya. Ditulis pada sehelai kertas yang tak mau mengakui pokok-pokok akasia. Lalu dimatangkan oleh jalan pikiran muram yang mati-matian menjaga rahasia durjana dari hatinya.
Dan perlahan-lahan. Para alfa menyalakan perapian. Lalu meninggalkannya membara tanpa dijaga. Menjebak keadilan yang sedang terlunta-lunta. Pergi kesana kemari mencari tempat berteduh. Tetapi malah berjumpa dengan pasal-pasal yang berebutan saling bunuh.
Mungkin kita seolah sedang mengadakan pesta. Beramai-ramai menikmati hidangan cuma-cuma.
Padahal nun jauh di sana, para penjarah sejarah sedang berlomba-lomba membuat keranda.
Untuk mengubur Indonesia tanpa sedikitpun keluar biaya.
Bogor, 1 Oktober 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H