Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puing-puing Matahari Menjerang Keping-keping Hati

Diperbarui: 21 September 2019   06:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Puing-puing matahari
jatuh berserakan, di malam yang kehabisan persediaan mimpi
orang-orang telah memusnahkan setiap tetes lamunan
dan membakarnya di tungku pendiangan
maupun mencincangnya di waktu bersamaan
dengan ritual perburuan
ketika waktu, mengutuk pendulumnya sendiri
dengan cara menghentikan peredaran rembulan
di almanak yang juga dirobek-robeknya sendiri

Kesepakatan ditunda
antara mata yang ingin terus melihat bunga
di gurun yang kaktuspun cuma sanggup merangkaki cuaca
dengan hati yang ingin terus mengenang masa silam
pada rintik hujan terakhir beberapa bulan yang telah berselang

Sajak dan puisi berjalan di gang-gang buntu
menyaksikan ledakan amarah tanpa kata-kata
ketika setiap raut muka
bersungut-sungut membuka pintu
mempersilahkan kegerahan datang bertamu

Keping-keping hati
dikumpulkan dalam cawan-cawan perjanjian
untuk nanti diminumkan
saat rembulan mengalami gerhana
sehingga setiap wajah yang enggan menengadahkan mata
mengira malam tetap purnama

Sajak dan puisi memasuki gerbang istana
melihat sekumpulan orang membariskan rencana
di halamannya yang sebagian ditumbuhi rumput teki
dan sebagiannya lagi mengering menunggu mati

Setelah dengan sengaja meracuni dirinya sendiri

Jakarta, 21 September 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline