Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Memilih Musim yang Bisa Dipercaya

Diperbarui: 17 Agustus 2019   19:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Dari sebuah percakapan di ruang yang mampat terhadap kesepakatan, lahirlah sebuah traktat yang bercerita tentang senja yang tersendat-sendat pulang. Ke sebuah rumah di langit yang kekurangan waktu senggang. Karena begitu sibuk membujuk musim yang merajuk. Setelah selalu saja mengalami episode buruk.

Musim hujan suatu misal. Merasa telah demikian gagal. Menyediakan air yang cukup. Bagi sungai, kali dan danau yang perlahan-lahan menyusut. Sekarang yang tersisa hanya parit dan selokan. Tak cukup untuk berkubang bahkan bagi seekor kunang-kunang. Merendam tubuh terangnya yang sangat kelelahan. Setelah berusaha keras mengitari malam. Mencari-cari jejak rembulan.

Musim panas memohon untuk pergi. Merasa masgul karena dianggap tak punya hati. Setiap hari menerbitkan kecemasan. Bagi para petani yang duduk di pematang yang kehilangan guludan. Bagi para nelayan yang perahunya terdampar jauh di daratan. Bagi para guru yang kehabisan waktu ke sekolah karena terhalang gulungan debu. Dan bagi waktu yang terus-terusan dihantui masa lalu yang telah hangus menjadi abu.

Musim yang bagaimana sesungguhnya bisa membuatmu bahagia?
Apakah musim merindu yang mampu menggiringmu ke dalam ingatan dan kenangan yang tak saling berseteru? Ataukah,

Musim mencinta yang bisa membawamu berjumpa dengan seorang lelaki atau wanita yang menurutmu adalah belahan jiwa?
Atau barangkali begini saja, Sebuah musim purnama yang akan memberimu derma sepercik cahaya agar kamu tidak buta terhadap gelap yang dapat menyeretmu ke dalam mimpi yang tak bisa dipercaya.

Bogor, 17 Agustus 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline