Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Almanak yang Berlubang-lubang

Diperbarui: 1 Agustus 2019   21:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Membaca berulang-ulang, apa yang pernah dituliskan sejarah sebagai nestapa yang jalang. Di sebuah kelas pengajaran bagaimana cara termudah menghapus kenangan, aku adalah lulusan terbaik karena selalu berhasil menjadikan kenangan hanya sebagai lampu kecil di bilik. Terayun kesana kemari ditiup angin. Lalu padam seketika kapanpun aku ingin.

Di sini, di negeri para puteri melayu sering membaca gurindam dua belas, malam ini bulan sedang tertutup kabut pias. Semacam asap dupa yang berasal dari ribuan pinta. Permohonan agar tanah-tanah ini tak lagi terbakar. Oleh angkara maupun upaya makar. Terhadap ibu yang melahirkan sungai-sungai, hutan-hutan dan belukar padat tempat peraduan.

Kenangan saling berlomba mengingatkan, akan sungai-sungai yang menyempit dan hanya sanggup menghilirkan perkara rumit, juga atas hutan-hutan yang kehilangan keperawanan lantas menjadi janda kesepian tanpa keturunan, juga pada sisa-sisa peraduan para raja dan hulubalang belantara yang saat ini cuma bisa beradu kisah dengan lara.

Semua adalah kenangan yang dituliskan di atas almanak yang berlubang-lubang. Saat orang-orang duduk manis di atas tulang belulang; Ramin, Mersawa dan Sialang.

Pekanbaru, 1 Agustus 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline