Demi segenggam malam yang telah usang
aku menjahit kembali rasa kantuk
di ujung jarum jam yang berdetak
agar menjadi angka satu atau dua
saat aku memaksa kornea
menyudahi kenyamanannya
Lalu setelahnya,
aku menghitung bintang yang masih ada
di langit yang hilir mudik serupa angkutan kota
adakah yang turun
di perempatan depan rumah
mengganti tiang lampu yang patah
juga bohlam yang pecah
Kemudian,
aku berusaha mengingat Tuhan, dengan jujur
tapi ternyata,
aku masih leluasa berdusta
dengan cara melumasi mata
menggunakan pasal-pasal yang direka-reka
Selanjutnya,
demi seperiuk pagi yang kosong
aku lagi-lagi berbohong
terhadap rasa memelas
yang tak pernah bisa lunas
membayar secara pantas
apa-apa yang telah diretas
demi secelupak cahaya petang
bagi hati yang tak pernah berhenti gamang
Medan, 5 Juli 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H