Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Riuhnya Kota dan Ekstasi Sunyi

Diperbarui: 3 Juli 2019   02:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Sunyi merambati dinding malam
di sebuah kota yang mulutnya dibebat gumam
lirih, nyaris tak terdengar
karena hanya menyerupai bisikan angin di telinga yang pengar

Para pengembara tenggelam di pembaringannya masing-masing
memindahkan bising
ke dalam ribuan narasi mimpi
sebagian besarnya tetap saja berupa ilustrasi sepi

Jalan arteri nyaris tak pernah tertidur
banyak orang yang melewatkan kemewahan dengkur
untuk mengais serpihan awan yang berguguran
dijatuhkan sengaja oleh langit demi sebuah keadilan

Stasiun kereta api sedikit berbenah
saatnya pagi tiba, tempat ini akan diluberi banyak amanah
dari kaki-kaki yang menaiki tangga kereta
dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka

Terminal bus meredam penat sejenak
sebelum kembali riuh kedatangan kehendak
begitu fajar datang menyeruak
saat berkas cahaya matahari mulai beranak-pinak

Sunyi memindahkan dirinya ke pinggiran
tempat orang-orang marginal meringkuk kedinginan
menunggu udara lembab dihanyutkan kehangatan
dari pancaran mata yang kembali meletakkan harapan demi harapan

Di kota yang mulutnya tak lagi dibebat gumam
namun digaduhi dengan berbagai macam teriakan
"jika kau datang hanya untuk berkabung pada kubangan keluhan"
"pilihanmu hanya pulang atau menghuni pemakaman"

Jakarta, 3 Juli 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline