Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Maafkan!

Diperbarui: 5 Juni 2019   14:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Keramaian malam ini terlalu megah untuk bisa disanggah. Dengarkan betapa suara-suara mendidih seperti kepundan kawah. Beriringan dengan udara malam. Menyusup di sela-sela langit yang masih hitam.

Suara-suara itu sengaja diunggah memuji sebuah kebesaran nama. Dari Yang Tahu bagaimana caranya mencipta semesta, mengelolanya, dan kelak akan membinasakannya.

Lalu lalang pikiran mengembara ke banyak tempat. Menyusuri setiap noktah dan jelaga yang pernah dituliskan, dibicarakan, atau dimuat. Mengingat apa saja yang terlupa dan terlambat untuk disudahi. Skenario-skenario takdir yang sengaja dinodai.

Semua kembali ke hari yang belum diberi warna. Menjadi kanvas kosong yang belum diciprati tinta. Kebanyakan adalah koma tanpa rencana titik di dalamnya.

Apabila ingin menyaksikan sebuah pertunjukan orkestra kelas dunia, malam ini adalah saatnya. Lihat betapa rasa haru biru mengencang di setiap tikungan yang diberi amaran kerohiman. Akan rasa bersalah, pikiran gundah, maupun hati yang patah. Ke dalam sebuah perasaan majemuk yang dinamakan tabah dan pasrah.

Tuhan telah lama memaafkan. Dunia selalu siap memaafkan. Cinta juga mau memaafkan.

Selama maaf itu berasal dari relung hati terdalam. Dalam sebuah ihwal niatan yang ceruknya tak pernah padam.

Maafkan! Atas nama cinta, mewakili rindu, dan berbukitnya penyesalan!

Banyuwangi, 4 Juni 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline