Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Menggumamkan Titik Perhentian

Diperbarui: 24 Mei 2019   22:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Aku adalah gumam yang diam saat kau meradangkan geram. Aku berbicara hanya ketika kau kehabisan kata-kata. Kita adalah sepasang mata yang melihat ke arah berbeda.

Kau menatap harap di jendela sedangkan aku memandangi pintu yang terbuka. Kita sama-sama menyukai kelengangan udara tapi ketegangan juga ada di sana.

Seperti ekor bintang jatuh yang membuat orang-orang merasa harus mulai membisikkan harapan. Terhadap apa-apa yang selama ini tak sanggup dijangkau pikiran. Mungkin saja itu kebahagiaan. Atau mungkin juga itu masih bagian dari belum sempurnanya khayalan.

Kali ini aku menjadi teriakan yang bergemuruh di tengah sepinya hujan. Barangkali aku menjelma menjadi petir akibat segala hal getir yang aku temui di meja makan. Setangkup roti manis yang dilapis gula ternyata tidak terlalu menenangkan. Aku butuh secabik mimpi yang bisa membuat mataku menyala. Membakar adrenalin sampai ujung kepala.

Di saat seperti itu. Kau bermetamorfosa tidak menjadi kupu-kupu. Kau melanglang dalam pikiran seekor elang. Berkeliling di angkasa mengintai setiap kemungkinan jalan pulang.

Akhirnya,

Kita menjadi sepasang mata yang mengarah pada titik yang sama.

Entah kita sekarang ada di mana. Tapi aku pikir ini bukan lagi sebuah koma.

Atau barangkali ini hanya salah satu titik di antara banyak titik perhentian lainnya.

Jakarta, 24 Mei 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline