Aku mencari keberadaanmu dengan membongkar habis seisi memori di almari, aku kira kau bersembunyi di antara buku-buku berlapis debu, atau justru di lipatan sarang laba-laba yang mengkristal bersama waktu.
Namamu ada di sana. Di halaman-halaman seterang kaca. Menjadi judul ketika cinta mengejarmu sedemikian rupa. Menjadi bab saat kau membanjirkan kenangan tanpa sebab. Menjadi pasal waktu kesepianmu menggagalkan lafal-lafal tentang rindu yang saling resiprokal dengan jemu.
Pada lipatan sarang laba-laba namamu diabadikan oleh benang-benangnya yang tak pernah menua. Menjadi pilinan tali bagimu mengikat sampan yang telah membawamu mengarungi lautan kenangan. Menjadi tenunan kain untukmu membungkus ingin agar tak mengering. Menjadi jerat supaya kau bisa memerangkap senyap sehingga kesunyianmu melenyap.
Aku meletakkan nama depanmu di dalam langkan. Membiarkannya disirami hujan. Agar tumbuh bersama pergantian musim. Tumbuh besar mengikuti pergerakan angka takwim.
Sedangkan nama belakangmu aku jahit rapi di sini. Di dinding hati yang tak berpenghuni. Menggunakan huruf-huruf kapital. Supaya tak mudah terhapus oleh ingatan yang mempunyai kecenderungan gagal menghafal.
Jakarta, 14 Mei 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H