Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Kecemasan yang Berkelindan

Diperbarui: 16 April 2019   22:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Hampir malam, segala bentuk kecemasan mulai menampakkan wujudnya yang muram.
----
Pada setiap pertemuan, terdapat kecemasan akan rasa kehilangan. Seperti cemasnya rembulan yang kehilangan peraduan setelah almanak begitu cepat menua dalam perjalanan.

Juga cemasnya serombongan rasi bintang yang kehilangan tempat pijakan setelah langit tergelincir dalam pekat yang memilukan. Mendung hitam berduyun-duyun memenuhi pelataran.

Juga cemasnya sekawanan elang yang kehilangan sarang di bibir tebing di lautan yang tak lagi mengenal pasang setelah bergunung-gunung sampah membentuk kepundan.

Juga cemasnya hutan-hutan yang kehilangan tajuknya setelah halaman depan koran-koran menyebutkan tentang cuaca akan selalu baik-baik saja meskipun sebagian besar pohon-pohonnya ditumbangkan.

Juga cemasnya orang-orang yang kehilangan separuh jiwanya atas pertengkaran habis-habisan demi seperiuk kekuasaan yang dibangun tanpa kesepakatan.

Juga cemasnya lelaki dan perempuan yang kehilangan cintanya akibat lupa bagaimana cara memulai pembicaraan dan mengakhirinya dengan keputusan.
----
Nyaris pagi, kecemasan semakin memuncak karena dinihari dilewati begitu saja tanpa sadar bahwa ada peringatan akan kedatangan hujan. Airmata atau bukan, tetap saja itu semua membuat hati sungguh berkelindan.

Bogor, 16 April 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline