Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Mengirim Pesan kepada Tuhan

Diperbarui: 13 April 2019   18:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Dalam keriuhan yang didesain oleh banyak pertengkaran, kita berada di tengah-tengahya sembari terengah-engah menyaring udara yang dipenuhi aroma perdebatan.

Di depan televisi kita mendadak tuli. Telinga dijejali begitu banyak agenda mengenai gemah ripah loh jinawi. Tapi, setelahnya kita dipaksa gagu karena berkali-kali tersedak janji.

Saat kita beralih mendengarkan radio, berharap dijamu dengan lagu-lagu tempo dulu tentang bagaimana cara terbaik mencintai negeri, tapi telinga yang sudah tuli kembali disesaki oleh berbagai macam akrobat yang sama sekali tak akurat. Ingin berucap keparat, tapi itu namanya laknat.

Di sela-sela jatuhnya temaram senja yang menenggelamkan banyak cahaya, kita duduk diberanda mendengarkan berita apa saja yang penting jangan tentang orang-orang yang mencari muka.

Kita digelisahkan oleh aura panasnya caci maki sementara kita lupa berada di negeri tempat lahirnya matahari. Di mana kehangatan hati adalah sesuatu yang jauh lebih pasti daripada sumpah dan janji yang sundul wiyati.

Di antara kebingungan yang meraja diraja, kita memutuskan untuk tidak lagi banyak bertanya. Hanya doa-doa terbaik saja yang kita terbangkan ke angkasa. Menemui Pemiliknya dan mengirimkan pesan sederhana;

Tuhan, tolong selamatkan negeri ini dari hiruk-pikuk dan segala macam kekacauan. Kami mencintainya begitu dalam. Jangan biarkan para durjana mengubur kedamaian di makam-makam tanpa nisan.

Bogor, 13 April 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline