Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Audrey Bertemu dengan Matahari

Diperbarui: 10 April 2019   21:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Seorang gadis kecil memeluk gerimis yang nyaris membuatnya lupa airmatanya ada di mana. Hujan deras tadi sempat melukainya. Mengoyak mata, mencabik telinga, dan menyayat harapannya menjadi potongan-potongan besar malapetaka.

Pada usianya yang sekarang ini, dia dulu memimpikan bertemu para bidadari yang akan membawanya merenangi warna-warna pelangi. Tapi,

Dunia mimpi yang dibangunnya pecah berantakan seperti vas bunga kaca yang dijatuhkan oleh angin dingin yang lebih kejam dari seringai hyena-hyena jahanam.

Audrey menunda mimpinya untuk sementara. Dia harus membebat mimpinya yang terlebih dahulu didatangi duka.
------
Seorang gadis kecil terbangun dari kesakitannya. Menyongsong matahari yang menyingsing di sudut mata. Para peri nampak menari-nari di sela-sela cahaya.

Ah, ini barangkali para bidadari yang dulu membuatkannya bangunan mimpi.

Gadis kecil itu membentangkan tangan selebar-lebarnya. Dunia memang tak sekecil yang dia kira. Ternyata,

Dunia bertamu di hadapannya dengan wajahnya yang lebih ramah dari para penziarah masa lalu. Bercerita di depannya mengenai besok, lusa dan hari-hari kelabu yang pasti berlalu. Juga memberinya bingkisan paling berharga; asa dan sukacita dalam satu paket bahagia.

Audrey mengubur masa silam dengan senyum paling pagi yang pernah dipunyai. Jika matahari saja datang menemui, hari esok penuh cinta niscaya akan antri untuk menjumpai.

------

Jangan khawatir Audrey. Dunia akan selalu menjadi milik orang-orang yang sebelumnya teraniaya namun berhasil terjaga dari mimpi buruknya.

Bogor, 10 April 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline