Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Rumah-rumah Hujan

Diperbarui: 19 Maret 2019   17:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Menjumpaimu lagi. Di sini. Di bahtera yang mendamparkan masa lalu Siak Sri Indrapura. Kala dulu menaklukkan seantero Melaka. Di suatu masa ketika belantara masih rumah bagi begitu banyak bahagia.

Rasanya belum lama aku bercengkrama denganmu. Di hutan-hutanmu yang terkikis oleh waktu. Di sungai-sungaimu yang diaduk merkuri. Di tanah-tanahmu yang kehabisan pori-pori. Waktu itu, aku menuliskan tentang kerajaan harimau, yang runtuh berkeping-keping. Bersamaan dengan jantungmu yang mengering.

Kini, kembali kau berasap lagi. Tungku-tungku bahteramu memercikkan api. Langitmu disembunyikan kabut tebal. Biru tempatmu biasa menyebar rindu lantas terancam gagal.

Harus seperti apa. Menuliskan kisahmu yang terus saja merepetisi lara.

Mesti seperti apa. Membaca kisahmu agar tak terus menerus menjadi cerita petaka.

Mungkin kau harus membalik prakata tentang negeri yang selalu terbakar, menjadi negeri yang senantiasa berikhtiar akbar. Mendirikan rumah-rumah hujan. Pada setiap sudut kota dan desamu yang kehilangan hutan.

Dengan menumbuhkan kembali akar dan pohon-pohonan di daun telinga dan kelopak mata. Agar pada setiap rencana tak lagi menyertakan janin-janin bencana.

Pekanbaru, 19 Maret 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline