Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Rapuh

Diperbarui: 25 Februari 2019   00:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Spektrum cahaya di dunia boleh saja luruh satu persatu. Memenggal keinginan para kekasih untuk mengenal rasa, kemudian lupa menuliskan teorinya dalam diktat-diktat cinta.

Hanya tersimpan di perpustakaan tua yang rak-raknya rapuh nyaris rubuh. Menimpa hikayat Rama-Shinta yang tak lagi utuh. Rahwananya adalah megatruh, sedangkan Ramanya sekedar seorang ksatria yang lusuh.

Dalam gelap malam yang mencitrakan dirinya sebagai pemandu berbakat bagi arah yang tidak tepat, sepercik tumpahan api cukup untuk tidak tersesat. Melewati puncak dinihari. Agar sampai dengan selamat di penghujung pagi.

Saat ketika mimpi-mimpi disudahi dan diberi label tamat. Karena semua episode di dalamnya hanyalah lamunan yang mampat dan salah alamat.

Maka tidurpun sudah menjadi sedemikian rapuh. Hanya sebujur kaku tulang-tulang ngilu yang saling bergaduh. Dengan kecepatan detak jantung dalam memburu waktu. Supaya mimpi-mimpi selanjutnya bukanlah segmen malam yang kaku.

Bisa jadi ini rindu.

Atau mungkin potongan-potongan tertinggal dari adrenalin yang bisu.

24 Februari 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline