Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Kerinduan yang Tak Boleh Gagal

Diperbarui: 20 Februari 2019   15:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Bila telah terlewati batas sepi, maka yang nampak adalah keriuhan yang tak berarti. Kau tak ada di sini, maka yang terlihat adalah sobekan-sobekan mimpi yang mesti dijalin kembali.

Di langit-langit kamar yang sempit. Aku serasa di tepian langit. Nyaris terjatuh. Dengan keseluruhan hati runtuh.

Entah sekarang malam ke berapa. Aku coba merangkai sebuah berita. Atas dasar kabar dari fajar. Bahwa kau sedang mendesahkan ujar; terus terang aku merindukanmu, seperti kemarau yang mengharapkan hujan datang bertamu.

Begitu.

----

Tapi aku tahu kalau kau juga menyeret kedinginanmu ke perapian terdekat yang dinyalakan oleh kerinduan yang belum terbebat.

Kau merapikan arsip dan lemari tempat kau menyimpan segala macam kenangan yang membuatmu teringat kepadaku. Lelaki yang lebih sering membisu dibandingkan arca batu yang gagu.

Bukan begitu?

----

Sekarang sedang purnama. Mungkin malah pada puncaknya. Atau setidaknya nyaris mencapai tahta.

Kita mesti bersepakat satu hal. Kerinduan ini tidak boleh gagal.

Kau setuju?

Pelangiran, 19 Februari 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline