Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Kemarau Bulan Februari

Diperbarui: 15 Februari 2019   12:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Jika hujan bulan Juni adalah puncak pengertian terhadap utuhnya cara mencintai, aku ingin membelokkan arahnya ke kesempurnaan kemarau pada puncak musim hujan di bulan Februari.

Aku ingin berbicara denganmu, seperti isyarat gemeretak daun-daun kering yang sebentar lagi tinggal serpihan kepada angin yang mendaratkannya dengan lembut di tanah retak.

Aku ingin menatap matamu, seperti tatapan bimbang seekor serigala kepada mangsanya yang membiarkan diri tertangkap demi rantai makanan dengan neraca yang seimbang.

Aku ingin melihat senyummu, seperti lipatan mulut bulan sabit yang diberikan tumpangan cuma-cuma oleh langit.

Aku ingin saksikan termangumu, seperti terpakunya arca di sebuah candi yang diberikan kesempatan untuk bertapa di samping puncak stupa.

Aku ingin meminangmu, secara diam-diam seperti mimpi yang menyelinap tepat di penghujung dinihari.

Di kemarau Februari, aku adalah secangkir cengkir kelapa yang sanggup mengupas rasa haus di hati, menjadi aliran air yang tak pernah berniat berhenti mencintai.

Apakah kau mengerti?

Petapahan, 15 Februari 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline