Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Ketika Hujan, Doa-doa Berhamburan

Diperbarui: 9 Februari 2019   17:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Di sore ketika hujan datang mengetuk jendela melalui tempiasnya yang juga membawa wangi bunga kenanga, aku teringat pada doa-doa para pertapa yang membubung ke angkasa mencari-cari telinga Tuhannya.

Lalu ketika hujan sedikit mereda sehingga iramanya yang membius sukma tinggal lamat-lamat saja, aku teringat pada doa-doa para pelacur yang berputaran di kamar tiga kali tiga memohon agar Tuhan membebaskan mereka dari siksa atas dunia yang memperdagangkan nasib mereka.

Hujan benar-benar berhenti di satu titik tanpa meninggalkan jejak rintik. Aku kemudian teringat doa-doa para petani yang menaiki para-para dangau tempat mereka menyimpan pengharapan akan panen yang berkelimpahan dari gabah-gabah yang tidak berbau tengik.

Sekarang hujan entah ada di mana. Aku teringat para pencari ikan yang menjahit jala dan mengikat tali pancing dengan doa-doa yang beterbangan bersamaan dengan kehadiran senja. Doa-doa yang mendidihkan asa mereka terhadap kebaikan hati kerajaan sungai, danau dan lautan, agar mendermakan sedikit rejeki untuk dibawa pulang ke pasar dan dapur tempat mereka merayakan kelahiran renjana.

Ketika hujan, doa-doa berhamburan. Karena di setiap suara hujan, memiliki frekuensi yang murni untuk mengadukan banyak perihal kepada Tuhan.

Bogor, 9 Februari 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline