Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Satir dan Sarkas terhadap Malam

Diperbarui: 3 Februari 2019   14:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Nampaknya kita sedang berkomedi paling satir di dunia setelah malam yang anggun kita anggap sebagai kegelapan yang tambun.

Kita sama-sama memandangi sisa bintang yang ada dan menduga bahwa yang lainnya sedang berunding di sebuah perkumpulan rahasia yang menyembunyikan semesta di mata kita.

Kita tidak peduli ketika hujan membuat kepala kita kuyup dan menyebabkan otak kita meredup.

Biar sajalah katamu. Aku tak ingin berpikir apa-apa. Biarkan saja semesta membuat rencana dan kita tinggal mengikutinya.

Tentu aku tidak setuju. Rencana adalah bagian terbesar dari perjalanan waktu. Padanya kita memancang penglihatan. Padanya kita menitipkan pendengaran. Padanya pula kita berharap atas kejadian-kejadian.

Kemudian ternyata kamu memilih untuk lebih sarkas terhadap malam yang bergaris tegas tapi kamu anggap sebagai kegelapan yang getas.

Kita tak lagi memandangi bintang namun lebih banyak melamunkan elang. Berada di bentangan sayapnya, terbang rendah menyisir permukaan lautan, lalu menemukan kedamaian saat angin yang bergaram menerpa muka dan mengingatkan kita tentang kata pulang.

Bogor, 2 Februari 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline