Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Daun Luruh di Keping Matahari

Diperbarui: 2 Februari 2019   08:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Ketika pagi, memutuskan untuk tidak lagi menyuapi keping-keping matahari di halamannya yang rusuh oleh serasah yang luruh, pagi lantas menyanyikan megatruh. Tembang yang dipersembahkan kepada daun-daun yang jatuh untuk memutar ulang kembalinya ruh.

Dari bermulanya fotosintesa. Mendaur ulang air mata. Memasaknya di tungku-tungku stomata. Mengirimnya ke segenap penjuru tubuh. Agar hari tidak terburu-buru runtuh.

Ketika matahari, memberi tanda disudahinya mimpi kepada pagi yang masih menyelinap di ketiak cemara dan terkantuk-kantuk di antara aroma kamboja, matahari lantas mengeraskan senyumannya. Senyum yang memancarkan kehangatan supaya permulaan hari tidak lah belingsatan.

Ini kesempatan bagi siapapun. Untuk menjemur harapannya yang masih dilanun. Oleh cipratan kenangan dan tempias hujan. Menghangatkannya di halaman, bersama daun-daun yang terpisah dari ranting dahan, setelah melakukan tugasnya melakukan perjamuan.

Bogor, 2 Februari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline