Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Tetralogi Air & Api, Idu Geni

Diperbarui: 31 Januari 2019   09:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Bab VI

Pagi hari adalah saat hati masih dikuasai embun
Begitu bersih dan bening seperti kaca 
Siang hari adalah ketika hati dipanasi oleh terik matahari
Kadangkala membara, kadangkala terbakar menyala
Sore hari adalah waktu hati berganti makna
Melepaskan debu dan angkara yang masih menjilati
Malam hari adalah kala hati mencuri bulan dan bintang
Melepaskan lelah dan dan beban yang berpetualang

Bab VII

Ibukota Galuh Pakuan. Sore hari, rombongan Dewi Mulia Ratri yang diikuti juga oleh Bimala Calya hendak mulai memasuki gerbang ibukota Galuh Pakuan sebelah timur.  Rombongan ini berhenti sejenak karena gerbang masuk ibukota tertutup rapat.  Dewi Mulia Ratri mengerutkan alis matanya yang indah.  Tidak biasanya gerbang kota tertutup rapat.  Biasanya selalu terbuka kecuali gerbang yang berbentuk jeruji besi.  Gerbang kota memang ada dua lapis.  Kali ini dua duanya tertutup rapat.

Kepala pengawal rombongan Dewi Mulia Ratri adalah seorang tua gagah berperawakan tinggi kurus.  Dia turun dari kudanya dan menarik sebuah tali lonceng sebagai tanda akan masuk gerbang kota. 

Terdengar suara gemeratakan saat lubang intai gerbang dibuka.  Sepasang mata melihat penuh selidik dari baliknya.  Kepala pengawal mengibarkan bendera kecil Garda Kujang Emas Garuda agar terlihat oleh penjaga gerbang yang memperhatikan dengan seksama.  Lubang intai itu tertutup dengan cepat tanpa komentar apapun dari penjaga. 

Dewi Mulia Ratri dan rombongan menunggu pintu gerbang dibuka, namun sampai lama mereka menunggu tidak ada tanda tanda gerbang itu membuka.  Dewi Mulia Ratri memandang penuh tanya kepada kepala pengawal.  Kepala pengawal mengangguk lalu berteriak sambil menarik kembali tali lonceng.

"Penjaga....! kami rombongan Kujang Emas Garuda yang dipimpin oleh Bidadari Sanggabuana Dewi Mulia Ratri hendak memasuki gerbang kota untuk menghadap kepada Panglima Narendra dan Ki Mandara!....tolong buka gerbangnya."

Hening sejenak.  Lalu lubang intai itu terbuka kembali.  Sepasang mata yang sama memperhatikan mereka sekali lagi.  Namun sekarang penjaga itu menyahuti.

"Maaf paduka Dewi pimpinan Kujang Emas Garuda...kami tidak bisa membuka gerbang.  Kami mendapatkan perintah untuk tidak membuka gerbang bagi siapapun...."

Dewi Mulia Ratri berkedik jengkel mendengar ini.  Dia ditolak masuk ibukota kerajaan?!  Keterlaluan!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline