Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Apakah "Merdeka" untuk "Bersengketa" dengan Teori Sastra?

Diperbarui: 27 Januari 2019   21:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://www.hongkiat.com

Pertanyaan ini sebetulnya nyaris sepenuhnya saya tujukan kepada diri sendiri.

Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa kata bersengketa adalah berkelahi, menentang, atau mengambil posisi berlawanan. Tidak! Sama sekali bukan.

Saya akan menjelaskan lebih lanjut kenapa menggunakan judul yang sedikit provokatif tersebut di atas.

Saya penyuka sastra yang tidak masuk ke dunia tersebut dengan seutuhnya. Saya nampaknya melipir di seputaran pagar yang mengelilingi dunia itu, tanpa benar-benar masuk ke dalam dan melihat seperti apa bangunan megahnya.

Latar belakang pendidikan saya adalah eksakta. Sangat jauh dari dunia sastra. Saya adalah seorang rimbawan yang diajari bagaimana cara menggeluti hutan dan menggulati belantara. Saya sama sekali tidak pernah diajari apa itu diksi, majas, atau rima. Bagaimana itu alur, genre dan ruh-ruh karya sastra.

Saya hanya mendapatkannya sedikit sewaktu zaman SMA yang tentunya hanya percikan kecil air hujan apabila dibandingkan luasnya lautan.

Saya gemar menulis tapi tidak mengetahui persis bagaimana tata cara menulis. Saya mempunyai passion tinggi mengkreasi karya sastra seperti puisi, cerpen dan novel, namun sama sekali tidak pernah mempelajari bagaimana sebenarnya kaidah menulis karya-karya tersebut.

Saya menulis ya menulis saja. Saya menuangkan isi benak saya ke dalam tulisan tanpa sebuah langkah filtering yang teoritikal. Ini seperti membuat teh tubruk tanpa disaring terlebih dahulu. Sehingga mungkin rasa tehnya begitu pekat sampai-sampai tenggorokan tercekat.

Tapi saya sangat menikmatinya.

Merdeka untuk Bersengketa
Jadi sebenarnya saya menggolongkan diri saya sebagai outsider yang keranjingan menulis karya sastra saja. Bagi saya, kepuasan setelah menulis karya sastra lebih memuaskan dibanding ketika saya keluar dari hutan setelah berhari-hari berkubang di dalamnya.

Oleh sebab itu, saya merasa bahwa saya begitu "merdeka" dalam menulis sebuah karya sastra. Sampai-sampai saya tidak pernah memperdulikan atau menyisihkan waktu sedikit saja membaca teori-teori mereka puisi, menulis cerpen, maupun cara-cara menceburkan diri ke dalam alur cerita novel yang luar biasa kerumitannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline