Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Trilogi Puisi, Secangkir Senja

Diperbarui: 15 Januari 2019   22:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

raunraun-sumut.com

Ngengat-ngengat beterbangan mencari persinggahan di penghujung hari yang terlompat-lompat pada temaram yang nampak sekali akan mampat.

Matahari menenggelamkan dirinya melalui jajaran kanta yang diletakkan sengaja agar memantulkan bayangan terakhir cahaya yang terlihat sangat maya.

Gerbang malam terbuka. Lusinan kelelahan terbaring di sana. Menunggu ditidurkan tembang-tembang kenangan yang dilantunkan para amphibi di kolam dan sawah yang terlebih dahulu terlelap ditinggalkan para petani.

Sungai-sungai kecil mengalir dalam senyap. Sungai-sungai besar tubuhnya melindap. Gunung-gunung seolah terkikis habis dimakan rayap. Dunia lantas seakan-akan melenyap.

Kabut dan luput sama-sama turun dari langit untuk bersama-sama bersimpuh dalam keremangan yang membuat kesadaran orang-orang meregang. Inilah saatnya pulang.

Semua tersaji dalam secangkir senja. Di atas meja makan malam yang dilampiri sekeping rasa syukur yang sederhana. Bagi apa saja. Untuk siapa saja. Setelah melampaui satu hari tanpa bermuram durja.

Bogor, 15 Januari 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline