Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Trilogi Puisi, Secangkir Hujan

Diperbarui: 15 Januari 2019   21:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

travel.tribunnews.com

dari cangkir yang terbuat dari tanah liat, hujan didisposisi berdasar mufakat; musim ini, ada baiknya hujan dinobatkan sebagai permasuri hati, bagi orang-orang yang tak mau melepas kehendaknya untuk selalui mendahului mimpi.

mimpi tidak selalu berada paling depan. Ia adalah hulubalang. Mengawal upacara kegagalan dan perayaan keberhasilan. Setelah keinginan berpusar-pusar ibarat daun kering. Dipermainkan angin. Lalu mendarat di tempat yang dingin.

tempat yang dingin biasanya lebih beradab daripada tempat yang berangin. Angin akan dengan mudah mengombang-ambing ingin ibarat perjalanan seorang Ronin. Sedangkan dingin hanya sekedar menggigilkan ingin yang tertekuk gagu seumpama lampin yang bisu.

secangkir hujan. Bagi retak kerongkongan. Setelah berhari-hari melakukan perjalanan. Apakah itu bagian dari ritual atau sebuah fase yang gagal. Bukan alasan untuk menjadi jagal. Atas rencana-rencana yang terlihat janggal.

secangkir hujan untuk tuan-tuan yang mempertuan dirinya sendiri, melalui penghambaan tak habis-habis. Atas perkara-perkara utopis. Minumlah secangkir hujan itu. Sebelum kalian beku dikoyak-koyak waktu!

Bogor, 15 Januari 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline