Di serambi malam;
saling bertemu, khayalan yang gagal menjadi kenyataan, sebagai tuan rumah
dengan kenyataan yang digagalkan, sebagai tamu yang tak ramah
berhadapan. Bertukar tatapan. Tak hendak berbincang. Karena merasa bahwa perbincangan akan diakhiri pertengkaran. Siapa di antara mereka yang paling berhak memiliki ratapan.
Di kamar yang lebat oleh mimpi yang pekat;
saling menghujat, antara mimpi yang ditidurkan, sebab mengganggu ketenangan
dengan tidur yang selalu dimimpikan, sebagai cara melepas kelelahan
;kau tak berhak menidurkan mimpi. Orang-orang menyukai mimpi yang terjaga. Di sana lah mereka menjaga harapannya.
;aku tak pernah menidurkan mimpi. Aku bahkan memimpikan tidur tanpa mimpi. Tidur bersama mimpi di dalamnya, ibarat naik kereta berikut guncangannya. Aku terganggu. Kalau perlu semua mimpi aku paku. Di dinding kamar yang gagu.
Dua pertemuan berakhir. Tanpa mencapai kata akhir.
Itu semua adalah filosofi. Bagaimana kita selalu berhadapan dengan mimpi. Di setiap kenyataan yang kita hindari.
Jakarta, 9 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H