Senyampang kita belum pulang. Masih banyak barang bawaan yang kita jinjing dalam pikiran. Ada baiknya kita membuat kesepakatan. Sebelum kita jatuh dalam debat kusir berkepanjangan. Tentang arti pulang.
Apakah mengetuk pintu, membukanya, lalu menyeduh kopi dari air panas yang dimasak di tungku, adalah kepulangan yang ditunggu?
Ataukah menggali lubang, menguruk tanah dan mendirikan batu nisan, di atas doa-doa yang menguar seperti ular, juga arti pulang yang kita jelang?
Di balik seragam biru, langit yang begitu cantik, ternyata juga bisa menjadi jenazah, ketika mendung hitam membelasah.
Di balik kain putih, saat mimpi telah terputus, digantikan keputusan, dan kita tak cantik lagi. Barulah kita mengerti. Apa arti mati.
Sebelum sampai rumah. Dan kita menyebut kita telah pulang. Lebih bagus jika kita membuka mata. Sebaik-baiknya. Apakah ini di beranda, atau sedang berada dalam keranda.
Jakarta, 25 Desember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H