Aku merasa tinggal sangat lama di ruang yang kau buat sebagai alamat. Tahu-tahu aku tersesat.
Aku berkeliaran. Menyasar setumpuk kegilaan. Berbekal banyak kecemasan.
Pada sayap elang aku ikut terbang. Menggaris langit setipis kulit bawang. Menyisir setiap helai pesisir. Hingga jantung lautan pun ikut berdesir.
Pada misai harimau aku ikut mengendus mangsa. Menganyam belukar yang lebatnya tak seberapa. Kembali menjadi belantara. Penuh dengan rahasia.
Pada puncak purnama aku ikut kawanan serigala. Melolongkan kesepian tanpa batas. Setelah malam mendekati tandas. Dikudap dinihari. Lalu sisa-sisanya dihabiskan pagi.
Pada musim hujan aku ikut gerimis. Berjatuhan secara liris. Untuk menghibur orang-orang yang katanya ingin berkabung. Atas berkubangnya kenangan yang murung.
Ketika kegilaan pudar dengan sendirinya, kecemasan cuma sekedar kabar burung yang tak ada sangkarnya, aku menyempatkan diri untuk tertawa. Tampil bahagia. Meski pada hakikatnya aku hanya menjadi pria yang bertanya-tanya.
Bogor, 15 Desember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H