Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Hujan di Kota

Diperbarui: 6 Desember 2018   23:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay


Seringai hujan
mengancam jalanan
di kota yang sebentar lagi mati kelaparan
setelah bosan saling memakan

hujan turun sederas makian
ketika macet menghapus organ tak nyata yang disebut perasaan
menyuburkan rasa tandus
di hati orang-orang yang hatinya ditumbuhi duri-duri kaktus

hujan juga mengaliri terowongan
tempat orang-orang bersembunyi dari khayalan
tentang kota yang ramah
menjemput kepulangan hingga ke rumah

hujan berhenti
tepat di hadapan lampu jalanan yang mati
suasana remang
menyinari kota yang mulai berwajah jalang

hujan demi hujan mendatangi kota
bertamu atau menjajakan rasa jemu
kota akan menerima dan membelinya
sesuai kodratnya, kota adalah tuan rumah sekaligus tukang binatu

Jakarta, 6 Desember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline